Rabu, 11 Juli 2012

Puisi : Arak

Awan berarak
beranjak
menghilangkan jarak
antara ku dan arak

Aku amati cawanku
masih ada sekali teguk
Hanya itu tertinggal jatahku
pupus oleh perlombaan blagak bleguk

Bau busuk
menguar tanpa ampun menusuk
Ditingkahi kasak kusuk
di istana kehormatan para kutu busuk

Awan masih berarak
menuju tempat baru berpijak
tidak butuh yang melunjak
bersenjatakan arak

Tanganku lantang mengacung
tak peduli kelingking yang buntung
yang penting bukan kepala yang dipancung
Ah, aku sungguh-sungguh beruntung!

Langit gelap bergemeratak
merindukan awan aneka rupa yang diarak
ke sudut cakrawala yang kotak
dengan tawa riuh bergedubrak

Tangan-tangan serempak terangkat
terayun tanpa ampun
tidak telanjang tapi berseragam tongkat
membelai liar sekujur tubuh sang kampiun

Sang kampiun tidak lagi bergerak
pasrah dalam diam diarak
meninggalkan jejak panjang berak
yang bisa kubaui di cawan arak

Lalu kuteguk
Gluk

Aku dan arak
serupa awan-awan gemuk berarak
meski dengan sendi yang berderak
sesekali ditendang mesra karena mengerak

Tapi tidak hari ini kala awan masih berarak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar