Aku memandangi istriku yang sudah terlelap sedari tadi. Cahaya purnama yang menerobos sela-sela tirai membelai wajahnya yang damai. Dengan hati-hati aku menarik selimut menutupi tubuhnya.
Rasanya seperti
mimpi aku akhirnya bisa menikah dengannya. Gadis idola di kampusku yang dalam
keadaan normal tidak mungkin bersedia kunikahi. Tapi siapa yang peduli? Yang
penting sekarang kami sudah sah menjadi suami istri. Biarlah pandangan heran
dan sinis itu berlalu di belakang.
Mataku tertumbuk ke
perutnya yang membuncit. Membayangkan seperti apa rautnya kelak. Semoga dia
mirip dengan istriku yang jelita. Aku tidak akan sanggup jika jabang itu
memilih mewarisi raut ayahnya.
Yang bukan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar