Sabtu, 26 Mei 2012

Flash : Balada si Ulat

Aku mengerahkan seluruh tenagaku, namun jarak yang kutempuh sepertinya tidak bertambah. Ah, mungkin aku memang makin gendut? Aku seolah bisa merasakan titik-titik keringat perlahan keluar dari pori-pori mikro-ku. Setelah beberapa kali merenggang dan mengkerut akhirnya aku berhenti beristirahat.

Saat itulah aku bisa mendengar samar kepak sayapnya. Aku langsung mendongak dan benar saja. Sayap warna-warni itu langsung memenuhi pandanganku. Aku beringsut ke tepi, ingin melihat lebih jelas dirinya yang melayang menari-nari di antara guci aneka warna berisi zat manis yang harum.

Aku masih asik mengamatinya ketika mendadak perutku keroncongan. Aku menghela napas. Padahal sudah segendut ini, kenapa terus-terusan lapar sih? Aku pun meraih makanan yang terdekat. Makan dengan malas-malasan. Mataku tidak teralih darinya yang masih asik bertengger di salah satu guci berwarna jingga tidak jauh dariku.

Ingin rasanya aku menyapa dirinya yang cantik warna-warni. Sepertinya dia cukup ramah karena tidak jarang aku mendengarnya bersenandung lembut sembari berkeliling di antara guci itu. Tapi apa dia mau berteman denganku? Aku yang seperti ini. Aku yang gendut dengan perut berlipat-lipat ini.

”Hati-hati!” Aku kaget dan buru-buru mengeratkan peganganku. Wah, hampir saja aku terjatuh. Dan suara indah barusan itu. Tidak salah lagi. Itu miliknya. Dia lalu melayang menghampiriku yang ngos-ngosan kembali ke posisi aman.

”Kamu nggak apa-apa?” tanyanya ramah. Untuk sesaat aku seperti tersihir sebelum buru-buru mengangguk. Matanya dibingkai oleh bulu mata yang begitu lentik. Dan rautnya begitu cantik.
”Iya. Nggak apa-apa.” sahutku malu-malu. Langsung minder.
”Sebaiknya kamu lebih ke tengah. Jangan terlalu ke pinggir. Bahaya.” ujarnya lagi.
”Oh iya.” Dengan susah payah tubuhku yang gendut pun beringsut. Dia masih bertengger di sana seolah ingin memastikan aku sudah aman sebelum akhirnya melayang menjauh lagi. Meninggalkanku ditemani deburan di sekujurku.

Berhari-hari setelahnya kami jadi sering bertemu dan dia memang ramah. Tidak meremehkan fisikku yang tidak seindah dirinya ini. Dan aku juga jadi tidak terlalu merasa tertekan karena rasa laparku semakin menjadi-jadi belakangan ini.
”Tidak apa-apa. Kamu memang harus makan yang banyak.” ujarnya.
”Tapi aku udah terlalu gendut. Bukannya udah waktunya diet?” Dia hanya tertawa. Tangannya yang lentik menyentuh pipiku yang bulat.
”Kamu juga bisa cakep kok. Akan ada waktunya.” ujarnya sungguh-sungguh. Pipiku langsung menghangat.

Malam ini entah kenapa sekujur tubuhku rasanya panas sekali. Jangan-jangan aku keracunan makanan? Aku berguling-guling lemah. Bergelantungan tak berdaya ketika selaput aneh mulai melingkupiku. Menghilangkan cahaya dan semilir angin di sekitarku. Yang tersisa hanya gelap.

Aku tidak ingat sudah berapa lama, tapi hari ini kesadaran baru mengisiku. Seolah diisi kekuatan yang baru aku pun mendorong diriku keluar menemui cahaya. Tapi ada yang berbeda. Tubuhku tidak lagi gendut berlipat-lipat. Tubuhku sekarang begitu ringan dan sepasang sayap warna-warni muncul di punggungku.

Aku nyaris pingsan karena terlalu bahagia. Perlahan aku mengepakkan sayapku dan bisa mengenali sekitarku. Aku harus mencari sahabatku yang indah warna-warni. Maka aku pun melayang ke tempat pertemuan kami. Tapi di tempat itu yang ada hanya serpihan yang masih bisa kukenali sebagai miliknya dan sesosok makhluk gendut berwarna hijau.

Amarahku memuncak. Apa yang sudah dia lakukan pada sahabatku?! Dengan tenaga baruku, aku pun mengguncang tempat makhluk itu berdiri. Membiarkannya jatuh terguling ke bawah.

1 komentar: