Sabtu, 26 Mei 2012

Puisi : Sindoor

*cring cring*
Gemerincing gelang kaki yang kau kenakan
mengiringi langkahmu
Menghampiriku yang sudah lebih dulu
di sini menantimu

*cring cring*
Sari merah berkibar lembut menyapu lantai yang kau lalui
seperti sayap kupu-kupu
Kerudungnya yang bersulam benang emas
menutupi rambut hitammu

*cring cring*
Jari-jari kakimu yang mungil berukir namaku
yang melekat sempurna di setiap lekuknya
Tanganmu yang tertangkup di depan dada
berukir doa dan harapan

*cring cring*
Perutmu yang lentur
yang tidak pernah puas kuciumi
menari-nari mendekat
berkilauan oleh binar cinta

Tanganku terulur dan kau menyambutnya
Menatapmu sedekat ini
dengan bindi berkilauan di dahimu
Pengantinku...
bahkan kilau gemintang menunduk kalah padamu

Kujumput serbuk merah serupa darah
kuoleskan dengan lembut di dahimu
memanjang membelah rambutmu yang harum
Setelahnya kau melakukan yang sama
Kau sekarang menjadi pengantinku
dan aku pengantinmu

Aku mengikat ujung kerudungmu
sekarang kita sudah bertautan
Tiba saatnya kita mengelilingi api suci
hanya kita disaksikan alam yang syahdu
Berdampingan
Bergandengan tangan

*cring cring*
Gelang-gelang di kaki kita bergemerincing bersahutan...
Sari sewarna yang kita kenakan bergemerisik
berbisik betapa bahagianya mereka
karena tidak harus mengikuti di belakang
mereka sekarang bisa berdampingan

Matamu yang berbinar sekarang berkaca-kaca
atau mungkin itu mataku
Dengan sindoor di dahi
Kau istriku
Aku istrimu

*Sindoor = hiasan merah memanjang membelah rambut penanda seorang perempuan sudah menikah (adat hindu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar