Senin, 28 Mei 2012

Flash : Hanya Ingin Setia


Di ruangan yang remang ini, udara dan kesibukan di sekitar kami mendadak lenyap, seolah terhisap habis oleh keterkejutan yang disusul kekecewaan di rautnya. Untuk beberapa saat kami sama-sama mematung.

“Jadi itu keputusan kamu?” Suara baritonnya yang berusaha mengalun tenang tetap tidak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Aku hanya mengangguk mengiyakan.
“Ya. Maafkan aku…” cetusku. Lebih hanya untuk sopan santun.

Sebenarnya aku tidak perlu menunggu sampai sekarang untuk menyampaikan jawabanku. Aku bahkan bisa langsung menjawab saat dia menyatakan perasaannya. Toh jawabanku pasti tetap sama. Tapi dia seolah tidak ingin membiarkanku terbebas dari beban yang dia tumpukan.

‘Aku nggak butuh jawaban kamu sekarang. Kamu boleh mempertimbangkannya dulu.’ ujarnya waktu itu, sekaligus menjatuhkan beban itu di pundakku tanpa sempat aku menghindar.

Ah, seandainya saja dia tahu aku tidaklah sama seperti perempuan kebanyakan yang doyan tarik ulur jual mahal. Seandainya dia tahu aku sudah punya dan bisa langsung menjawabnya saat itu juga, agar aku tidak perlu menahan diri hingga sekarang. Seandainya saja dia tahu getaran di hatinya tidak berbalas, kami tidak akan buang-buang waktu di sini sekarang dan dia tidak perlu menelan rasa kecewanya sendirian.

“Kenapa?” tanyanya lagi. Sepertinya dia tidak mau langsung menyerah. Aku yang sedang memandang hidangan di piringku tanpa selera sekarang menatapnya lurus.

”Aku hanya ingin setia.” pungkasku. Dia hanya membalas dengan senyum getir. Atau sinis? Terserahlah. Apa pun tidak akan mengubah keputusanku. Keputusanku yang sudah bulat.

Ya. Aku. Hanya. Ingin. Setia. Menjomblo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar