Selasa, 03 Juli 2012

Flash : Lubang


Aku sangat menyukai keberadaan lubang. Bagiku lubang adalah salah satu karya di semesta ini yang sangat hebat. Rasanya tidak ada hal di dunia yang tidak memiliki lubang. Bahkan tembok yang terlihat solid juga memiliki lubang meski tidak terlalu kasat mata.

Kekasihku juga tidak luput dari penemuan itu. Dia juga memiliki lubang. Lubang yang berada tepat di tengah yang diapit sepasang tungkainya yang ramping dan indah serupa tungkai belalang yang tidak pernah bosan kubelai, kuusap dan kucium. Sepasang tungkai yang menjadi gerbang menuju lubangnya. Lubang yang seringkali tersembunyi malu-malu namun selalu kurindu.

Rasanya aku tidak pernah bosan menelusuri jalan yang disediakan lubangnya. Sensasi perasaan yang selalu membuatku ketagihan. Tidak seperti lubang mati lainnya, lubang milik kekasihku sangat istimewa karena akan menyedot cepat diriku ke dalamnya serupa pasir hisap. Aku suka menggodanya seolah ingin keluar namun lubangnya akan dengan gigih menghisapku kembali. Mencengkeramku dengan erat. Memijat sekujurnya dengan lembut dan hangat.

Malam ini udara gerah tidak menghentikan eksplorasiku ke lubangnya. Dengan kedua tungkainya yang bertumpu di pundakku, dengan perlahan aku menerobos lubangnya. Untuk sesaat aku hanya diam menikmati waktuku sebelum akhirnya mulai bergerak diiringi desah dan lenguhannya.

Betapa ingin aku membekap mulutnya hanya karena tidak ingin orang lain ikut-ikutan menikmati desahnya yang nikmat. Aku hanya ingin dirinya untukku sendiri sepenuhnya. Maka aku mengulum mulutnya sekedar untuk meredam, namun kali ini deritan ranjang setengah reyot itu yang mengiringi setiap gerakan kami. Deritan yang semakin nyaring seiring dengan gerakan kami yang semakin cepat.

Akhirnya aku menyerah. Membiarkan suara desahnya, lenguhanku, derit ranjang dan ceracau di lubangnya mengalun serupa simfoni di malam yang gerah ini. Aku tidak peduli jika orang lain menjadi gerah karenanya. Malah akan lebih bagus. Biarlah seluruh penghuni kompleks berdinding papan ini saling berlombang memanjat tangga menuju nirwana.

Lubangnya mendadak meremasku lebih intens. Tubuhnya juga melenting tinggi. Deru napas dan desahnya semakin berat. Kami akan tiba di puncak tertinggi. Maka aku menghunjamkan diri dalam-dalam, disambut lubangnya yang terus menghisap dan berdenyut.

Aaahhh....

Ketika akhirnya tubuhku terhempas, napasku tersengal. Keringat membanjiri tubuhku di ruangan yang gerah, gelap dan sumpek ini. Mataku masih terpejam selama beberapa saat sebelum akhirnya seluruh jiwaku yang terbang selama beberapa saat tadi kembali perlahan ke ragaku. Dengan sisa tenaga aku meraih kotak berisi tissue yang memang sengaja kuletak tidak jauh dariku. Membersihkan diriku dan dinding yang ternoda oleh percikan kenikmatanku. Seperti biasa. Banyak sekali.

Setelah napasku mulai teratur aku segera berbenah. Menutup lubang sebesar koin lima ratus rupiah di hadapanku dengan tumpukan kardus. Sekilas aku melihat laki-laki di ruangan sebelah itu mencabut dirinya. Memperlihatkan lubang berdenyut yang melelehkan sisa-sisa madu kenikmatan mereka.

Aku berbaring sendirian lalu tersenyum.
Tidak sabar menunggu lusa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar