Aku sangat menyukai keberadaan lubang. Bagiku lubang adalah salah satu karya di semesta ini yang sangat hebat. Rasanya tidak ada hal di dunia yang tidak memiliki lubang. Bahkan tembok yang terlihat solid juga memiliki lubang meski tidak terlalu kasat mata.
Kekasihku juga
tidak luput dari penemuan itu. Dia juga memiliki lubang. Lubang yang berada
tepat di tengah yang diapit sepasang tungkainya yang ramping dan indah serupa
tungkai belalang yang tidak pernah bosan kubelai, kuusap dan kucium. Sepasang
tungkai yang menjadi gerbang menuju lubangnya. Lubang yang seringkali
tersembunyi malu-malu namun selalu kurindu.
Rasanya aku tidak
pernah bosan menelusuri jalan yang disediakan lubangnya. Sensasi perasaan yang
selalu membuatku ketagihan. Tidak seperti lubang mati lainnya, lubang milik
kekasihku sangat istimewa karena akan menyedot cepat diriku ke dalamnya serupa
pasir hisap. Aku suka menggodanya seolah ingin keluar namun lubangnya akan
dengan gigih menghisapku kembali. Mencengkeramku dengan erat. Memijat
sekujurnya dengan lembut dan hangat.
Malam ini udara
gerah tidak menghentikan eksplorasiku ke lubangnya. Dengan kedua tungkainya
yang bertumpu di pundakku, dengan perlahan aku menerobos lubangnya. Untuk
sesaat aku hanya diam menikmati waktuku sebelum akhirnya mulai bergerak
diiringi desah dan lenguhannya.
Betapa ingin aku
membekap mulutnya hanya karena tidak ingin orang lain ikut-ikutan menikmati
desahnya yang nikmat. Aku hanya ingin dirinya untukku sendiri sepenuhnya. Maka
aku mengulum mulutnya sekedar untuk meredam, namun kali ini deritan ranjang setengah
reyot itu yang mengiringi setiap gerakan kami. Deritan yang semakin nyaring
seiring dengan gerakan kami yang semakin cepat.
Akhirnya aku
menyerah. Membiarkan suara desahnya, lenguhanku, derit ranjang dan ceracau di
lubangnya mengalun serupa simfoni di malam yang gerah ini. Aku tidak peduli
jika orang lain menjadi gerah karenanya. Malah akan lebih bagus. Biarlah
seluruh penghuni kompleks berdinding papan ini saling berlombang memanjat
tangga menuju nirwana.
Lubangnya
mendadak meremasku lebih intens. Tubuhnya juga melenting tinggi. Deru napas dan
desahnya semakin berat. Kami akan tiba di puncak tertinggi. Maka aku
menghunjamkan diri dalam-dalam, disambut lubangnya yang terus menghisap dan
berdenyut.
Aaahhh....
Ketika akhirnya
tubuhku terhempas, napasku tersengal. Keringat membanjiri tubuhku di ruangan
yang gerah, gelap dan sumpek ini. Mataku masih terpejam selama beberapa saat
sebelum akhirnya seluruh jiwaku yang terbang selama beberapa saat tadi kembali
perlahan ke ragaku. Dengan sisa tenaga aku meraih kotak berisi tissue yang
memang sengaja kuletak tidak jauh dariku. Membersihkan diriku dan dinding yang
ternoda oleh percikan kenikmatanku. Seperti biasa. Banyak sekali.
Setelah napasku
mulai teratur aku segera berbenah. Menutup lubang sebesar koin lima ratus
rupiah di hadapanku dengan tumpukan kardus. Sekilas aku melihat laki-laki di
ruangan sebelah itu mencabut dirinya. Memperlihatkan lubang berdenyut yang melelehkan
sisa-sisa madu kenikmatan mereka.
Aku berbaring
sendirian lalu tersenyum.
Tidak sabar menunggu
lusa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar