Ruangan yang semula riuh sekarang sudah hening. Hanya terdengar helaan napas ditingkahi suara kertas dibolak-balik. Aku memusatkan pandanganku ke meja di hadapanku. Pandanganku mendadak buyar. Aku menghela napas dan menatap ke depan.
Saat itu pandangan
kita bertemu
begitu lekat
seolah padu
aku memalingkan
pandangan menjauh
namun masih bisa
kurasakan tatapanmu
Terpaku
Ke arahku
Aku melirik
arlojiku. Waktu yang tersisa tidak banyak lagi. Keringat dingin mulai
membanjir. Jemariku mengetuk-ngetuk cemas tak terkendali. Melihat ke kiri
kananku. Hanya dipenuhi raut kusut yang sama denganku.
Kali ini aku
tidak menoleh ke arahmu
karena dalam
jarak ini aku bisa merasakanmu
secara paksa
menggeledahku dengan matamu
ke setiap sudut
tanpa jemu
Menciutkan nyaliku
sampai jauh
tanpa tersisa
daya untuk mengeluh
apalagi mengadu
karena kuasa
sepenuhnya di tanganmu
Ah...
Apalagi pilihan
yang tersisa
Buatku selain
menyerah?
Aku menatap
lembaran di hadapanku dengan pandangan kalah. Masih banyak yang harus kupecahkan,
tapi pikiranku sudah terlalu keruh dan dengan gontai aku bangkit, diikuti
puluhan pasang mata. Biarlah mereka menertawakanku yang menyerah kalah. Meski
sedari awal sudah kusiapkan senjata. Senjata yang akhirnya hanya bisa berdiam
di balik tali pinggangku.
Semua itu karena
matamu
yang sedari awal
terpaku
sepenuhnya ke
arahku
membaca habis isi
pikiranku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar