Aku menonton berita yang menampilkan sosoknya yang berjalan menunduk diapit dua orang petugas kepolisian. Di judul berita di sudut layar televisi disebutkan bahwa dia adalah tersangka pelaku kasus mutilasi yang sudah membuat gempar selama hampir enam bulan belakangan ini. Beberapa komentar berisi keterkejutan dan ketidak yakinan orang-orang bahwa dia sanggup melakukan kejahatan itu, namun semua bukti yang kuat mengarah padanya.
Termasuk aku. Aku
yang selalu mengikuti perkembangan kasus itu hampir setiap hari dari semua
media juga tidak percaya bahwa polisi akhirnya menetapkan dia sebagai
tersangka. Hanya karena korban itu pernah mengganggu dan melecehkannya? Tapi
korban itu seorang pria berbadan tegap sementara dia? Dia hanya seorang perempuan
dengan postur mungil. Bagaimana mungkin dia pelakunya?
Bermacam-macam
teori pun bermunculan yang semua membuat kejahatan itu sangat mungkin dia
lakukan. Aku menggeleng tidak percaya. Tidakkah mereka lihat rautnya yang
kebingungan itu? Raut tak berdaya itu? Yang tinggal sekarang adalah mengorek
keberadaan senjata yang digunakannya untuk memutilasi korban yang hingga kini
masih belum diketahui keberadaannya. Para ahli forensik menyebutkan senjata
yang digunakannya adalah sebilah golok.
Tidakkah mereka
berpikir, korban memang pantas mati? Andai mereka tahu betapa dia selalu mengganggu
perempuan tak berdaya itu. Berkali-kali hingga perempuan itu begitu ketakutan
bahkan mungkin meski sekedar untuk menghirup udara.
Yang diterima laki-laki itu
memang pantas.
Agar perempuan
itu bisa terbebas.
Aku melirik ke
lemari pajanganku yang berisi bermacam-macam senjata tajam. Pandanganku
terpusat pada sebilah golok yang sudah menghabisi laki-laki laknat itu. Semua
demi perempuan itu. Pembantu rumah sebelah yang sudah beberapa waktu menarik
perhatianku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar