Sumbu kesabaranku sangat halus dan pendek. Tidak ada orang bahkan aku sendiri yang bisa menebak-nebak kapan sumbu tersebut akan habis terbakar dan meledakkan bongkahan berisi mesiu di ujungnya. Sedikit saja terusik maka api menjalar begitu cepat melahap sumbuku yang teramat halus.
Kata-kata kasar,
ejekan, bahkan tangis anak-anak yang meski bagi sebagian orang serupa melodi,
namun tak lebih dari desing bising yang memusingkan. Dan membakar sumbu yang
sekejap meledakkanku. Menggelapkan duniaku tanpa ampun. Terombang-ambing dalam
penyiksaan tak berakhir.
Aku hanya ingin
desing itu berakhir. Aku hanya menginginkan hening yang entah kenapa semakin
hari semakin sulit kuraih. Keinginan yang harus kuwujudkan dengan kedua
tanganku. Ya. Aku hanya butuh keheningan. Agar duniaku kembali benderang. Dan
aku bisa kembali bernapas. Tanpa desing lagi.
Aku tersadar saat
benda di tanganku terlepas menghasilkan bunyi nyaring. Logam yang semula
berkilau itu sekarang kabur oleh guratan merah yang segar. Tergolek tepat di
samping sosok mungil dengan leher menganga.
Tak akan ada lagi
desing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar