Senin, 09 Juli 2012

Flash : Munafik


“Tahu, gak? Ternyata Bella beneran jadi simpanan pejabat yang tempo hari berkunjung lho…” ujarku dengan penuh semangat. Dua pasang mata di hadapanku untuk sesaat seperti tidak percaya, sebelum akhirnya kepala mereka manggut-manggut.
”Wah, pantesan gayanya beda sekarang. Mewah...” Rita menanggapi dengan bibirnya yang merah kepedasan. Aku mengangguk.
”Iya. Serem banget yah. Padahal kurang apa sih sampe harus jadi simpanan gituh...” timpalku lagi berapi-api.
”Namanya juga takut susah. Biar deh jelek, buncit, botak... Yang penting duitnya.” Dian akhirnya buka suara.

Ponselku bergetar. Pesan masuk. Aku segera bangkit dan pamit pulang lebih dulu. Menyetop taksi lalu meluncur pergi menuju ke kawasan apartemen mewah di pusat kota. Setibanya di gedung aku segera menuju ke lift langsung ke apartemen baruku di lantai tujuh.

Aku membuka pintu dan sepasang lengan memelukku dari belakang. Aku merangkul lengannya dan kami tidak bergerak selama beberapa saat. Lengan itu tidak kekar seperti yang selalu kuidam-idamkan. Jemarinya yang gemuk juga sudah mulai berkerut plus perut buncit yang menekan punggungku.

”Aku kangen...” bisiknya lalu memelukku lebih erat. Aku membiarkannya mendaratkan ciuman di tengkukku. Pasrah ketika dia memutar tubuhku. Sekarang kami berhadapan. Rambut di dahinya terlihat lebih tipis sekarang.

”Istriku sedang arisan sambil tamasya bareng teman-temannya sampai minggu depan...” senyumnya mengembang memamerkan deretan gigi menguning oleh nikotin dan kopi. Aku menciumnya mesra.

Lalu bayangan mobil sport terbaru di katalog melintas di benakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar