Kamis, 26 Juli 2012

Puisi : Jelmaan Iblis


Laki-laki tua itu jelmaan Iblis
katamu petang itu kala gerimis
Aku yang masih sangat muda hanya bisa diam
mengikuti jejak-jejak yang membekas di tanah kelam

Curi-curi aku melihat jelmaan Iblis
yang mengambil sosok laki-laki tua berkumis
dengan bajunya yang putih bersih
membersihkan pekarangan rumahnya yang asri

Beberapa kali aku sendirian melewati rumah itu
yang sangat ramai di hari-hari tertentu
Orang-orang datang berkumpul
dengan wajah berbinar dihiasi senyum simpul

Tidak jarang aku tergoda
untuk mendengarkan apa yang mereka gumamkan
meski harus menyelinap di antara tiang tenda
yang harus digelar agar tempat lebih memungkinkan

Mungkin aku tidak memahami satu pun kata-kata mereka
namun kehangatan yang kurasa di dada
seolah ada gentong penuh cinta
yang tertumpah memenuhinya

Dan saat itu entah darimana
aku seolah bisa melihatnya
sepasang sayap berpendar indah di punggungnya
dan lingkaran berkilau di kepalanya

Jangan pernah percaya pada apa yang mengisi matamu
katamu seolah bisa membaca pikiranku
membuat kedua pipiku bergurat malu
karena membiarkan kenangan itu memenuhi pikiranku

Laki-laki itu menyebarkan ajaran sesat
Dengan kata-kata manis membuat orang-orang bodoh itu terpikat
Sehingga bersedia mengikutinya lekat-lekat
Tak peduli api neraka yang mendekat

Aku tidak berani bertanya
tidak juga berani membantah
setelah begitu lama kita melangkah
aku masih tak tahu kita akan kemana

Perempuan itu juga jelmaan Iblis
katamu lagi ketika melewati seorang perempuan manis
sedang membujuk anaknya yang menangis
meminta jajanan manis

            Lagi-lagi aku curi-curi menatap
perempuan yang masih mengeluarkan kata-kata manis
hanya untuk menghentikan ratap
anak tersayangnya yang masih menangis

Ketika tatapan kami bertemu
dia tersenyum ramah kepadaku
pasti dia ingat hari itu
ketika aku dengan sigap membantu

Mengangkatkan belanjaannya yang terjatuh
mengumpulkannya satu demi satu ke dalam keranjang
lalu menemani anaknya bermain di sauh
yang tidak jauh dari rumahnya hingga petang

Aku ingat hari itu aku sedang berpuasa
dan dengan ramah dia memberiku makanan berbuka
kue manis dari buah-buahan yang kaya rasa
membekaliku untuk makanan berbuka di rumah

Dan saat itu entah darimana
aku seolah bisa melihatnya
sepasang sayap berpendar indah di punggungnya
dan lingkaran berkilau di kepalanya

Jangan pernah percaya pada apa yang mengisi matamu
katamu lagi seolah bisa membaca pikiranku
membuat kedua pipiku bergurat malu
karena membiarkan kenangan itu memenuhi pikiranku

Perempuan itu punya anak tapi tak bersuami
entah dari negeri mana dia berasal
yang pasti keberadaan anaknya yang haram tak akan diterima bumi
hanya di neraka tempat mereka nanti dijajal

Lagi-lagi aku hanya diam
membayangkan nasib perempuan dan anaknya yang haram
namun sudah bertambah jumlah langkah
masih belum juga kami tiba di sana

Aku masih terhanyut
ketika kau mendadak menghentikan langkah
di kejauhan aku mendengar teriakan saling sahut
kau pun langsung bergegas berbenah

Kau tunggu di sini, katamu
sembari melilitkan kain hitam di kepalamu
menutupi seluruhnya selain sepasang matamu yang pekat
aku tidak sempat bertanya kau langsung melesat

Langit petang itu serupa darah
diiringin gemeretak serupa tulang patah
remuk redam dilalap si jago merah
diiringi sumpah serapah

Mulut-mulut melolong
dengan bahasa yang mendadak tidak lagi kukenal
tak satupun yang bergerak maju menolong
sepasang lansia yang saling berpelukan menjelang ajal

Mereka berdua adalah jelmaan Iblis
Mulut-mulut mereka fasih melafazkan mantera-mantera
Katamu dengan senyum puas di raut sinis
Sedangkan mataku tak bergerak dari kobaran yang mendera

Jangan pernah percaya pada apa yang mengisi matamu
katamu lagi seolah bisa membaca pikiranku
tapi kali ini tak ada lagi gurat malu
atau salah tingkah dibahasakan tubuhku

Dan saat itu di antara kebisuanku
aku seolah bisa melihatnya
sepasang sayap hitam mengepak-ngepak di punggungmu
dan sepasang tanduk runcing melengkapinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar