Laki-laki tua itu jelmaan Iblis
katamu petang itu
kala gerimis
Aku yang masih
sangat muda hanya bisa diam
mengikuti
jejak-jejak yang membekas di tanah kelam
Curi-curi aku melihat jelmaan Iblis
yang mengambil sosok laki-laki tua berkumis
dengan bajunya yang putih bersih
membersihkan pekarangan rumahnya yang asri
Beberapa kali aku sendirian melewati rumah itu
yang sangat ramai di hari-hari tertentu
Orang-orang datang berkumpul
dengan wajah berbinar dihiasi senyum simpul
Tidak jarang aku tergoda
untuk mendengarkan apa yang mereka gumamkan
meski harus menyelinap di antara tiang tenda
yang harus digelar agar tempat lebih memungkinkan
Mungkin aku tidak memahami satu pun kata-kata mereka
namun kehangatan yang kurasa di dada
seolah ada gentong penuh cinta
yang tertumpah memenuhinya
Dan saat itu entah darimana
aku seolah bisa melihatnya
sepasang sayap berpendar indah di punggungnya
dan lingkaran berkilau di kepalanya
Jangan pernah
percaya pada apa yang mengisi matamu
katamu seolah
bisa membaca pikiranku
membuat kedua
pipiku bergurat malu
karena membiarkan
kenangan itu memenuhi pikiranku
Laki-laki itu
menyebarkan ajaran sesat
Dengan kata-kata
manis membuat orang-orang bodoh itu terpikat
Sehingga bersedia
mengikutinya lekat-lekat
Tak peduli api
neraka yang mendekat
Aku tidak berani
bertanya
tidak juga berani
membantah
setelah begitu
lama kita melangkah
aku masih tak
tahu kita akan kemana
Perempuan itu
juga jelmaan Iblis
katamu lagi
ketika melewati seorang perempuan manis
sedang membujuk
anaknya yang menangis
meminta jajanan
manis
Lagi-lagi aku curi-curi menatap
perempuan yang masih mengeluarkan kata-kata manis
hanya untuk menghentikan ratap
anak tersayangnya yang masih menangis
Ketika tatapan kami bertemu
dia tersenyum ramah kepadaku
pasti dia ingat hari itu
ketika aku dengan sigap membantu
Mengangkatkan belanjaannya yang terjatuh
mengumpulkannya satu demi satu ke dalam keranjang
lalu menemani anaknya bermain di sauh
yang tidak jauh dari rumahnya hingga petang
Aku ingat hari itu aku sedang berpuasa
dan dengan ramah dia memberiku makanan berbuka
kue manis dari buah-buahan yang kaya rasa
membekaliku untuk makanan berbuka di rumah
Dan saat itu entah darimana
aku seolah bisa melihatnya
sepasang sayap berpendar indah di punggungnya
dan lingkaran berkilau di kepalanya
Jangan pernah
percaya pada apa yang mengisi matamu
katamu lagi
seolah bisa membaca pikiranku
membuat kedua
pipiku bergurat malu
karena membiarkan
kenangan itu memenuhi pikiranku
Perempuan itu
punya anak tapi tak bersuami
entah dari negeri
mana dia berasal
yang pasti
keberadaan anaknya yang haram tak akan diterima bumi
hanya di neraka
tempat mereka nanti dijajal
Lagi-lagi aku
hanya diam
membayangkan
nasib perempuan dan anaknya yang haram
namun sudah
bertambah jumlah langkah
masih belum juga
kami tiba di sana
Aku masih
terhanyut
ketika kau
mendadak menghentikan langkah
di kejauhan aku
mendengar teriakan saling sahut
kau pun langsung
bergegas berbenah
Kau tunggu di
sini, katamu
sembari
melilitkan kain hitam di kepalamu
menutupi
seluruhnya selain sepasang matamu yang pekat
aku tidak sempat
bertanya kau langsung melesat
Langit petang itu
serupa darah
diiringin
gemeretak serupa tulang patah
remuk redam
dilalap si jago merah
diiringi sumpah
serapah
Mulut-mulut
melolong
dengan bahasa
yang mendadak tidak lagi kukenal
tak satupun yang
bergerak maju menolong
sepasang lansia
yang saling berpelukan menjelang ajal
Mereka berdua
adalah jelmaan Iblis
Mulut-mulut
mereka fasih melafazkan mantera-mantera
Katamu dengan
senyum puas di raut sinis
Sedangkan mataku
tak bergerak dari kobaran yang mendera
Jangan pernah
percaya pada apa yang mengisi matamu
katamu lagi
seolah bisa membaca pikiranku
tapi kali ini tak
ada lagi gurat malu
atau salah
tingkah dibahasakan tubuhku
Dan saat itu di antara kebisuanku
aku seolah bisa melihatnya
sepasang sayap hitam mengepak-ngepak di punggungmu
dan sepasang tanduk runcing melengkapinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar