Minggu, 22 Juli 2012

Puisi : Pengasuh berhati beku


Negara kami punya pengasuh yang mengurusi pakaian, katamu pongah
Oh ya? tanyaku begitu kagetnya sampai terperangah
Kau manggut-manggut tak menutupi rasa bangga
menjalar bebas di rautmu yang bundar serupa semangka

Kenapa harus ada pengasuh untuk itu? tanyaku
Emangnya seberapa banyak jenis pakaian yang boleh ada di negara kamu?
Kau terlihat sangat puas dengan sikapku
yang penuh tanda tanya karena tak tahu

Maka kau mengacungkan jemarimu
Aku menghitungnya dalam bisu
Cuma enam?
Kau mengangguk dalam

Lalu apa tugas mereka? tanyaku lagi
Untuk sesaat kau diam seperti berusaha mengingat-ingat
Sebelum akhirnya menarik napas untuk menjelaskan
Tugas-tugas mereka sejauh yang kau ingat

Mereka yang menentukan pakaian apa saja yang boleh ada di negaramu
Selain yang sudah ditentukan maka tidak diperbolehkan
Padahal ada begitu banyak jenis pakaian
Hanya memperbolehkan enam jenis... pasti tugas yang sangat berat

Lalu bagaimana jika keburu ada jenis pakaian di luar ketentuan?
Tentu tidak boleh dikenakan, jawabmu pasti
Meskipun orang itu tidak suka ke-enam model pakaian yang ditentukan?
Ada enam model. Tinggal pilih kan? Pertanyaanku pun mati.

Yang pasti kalau di luar yang enam itu
maka tidak boleh ada di negaraku, tegasmu
yang memakai pakaian selain yang ditentukan
boleh pilih menurut atau dibumi hanguskan

Kami juga punya banyak laskar
yang bertugas meluruskan orang-orang melenceng
Caranya juga beragam
Mulai dari himbauan sampai adu kekerasan

Bukankah sudah ada yang mengurusi urusan itu?
Kenapa masih butuh laskar-laskar?
Untuk model baju yang paling banyak dikenakan
Diperbolehkan membuat laskar-laskar

Aku hanya manggut-manggut
Meskipun tak ayal masih menyimpan heran
Mungkin aku yang tidak berwawasan
Mungkin aku yang berpandangan sempit

Apakah tidak boleh menyarankan model baju selain yang sudah ada?
Bukankah dengan begitu negara kalian menjadi lebih berwarna?
Mereka tidak perlu bersembunyi mengenakan bajunya
Yang sebesar apa pun disukai akan tetap dipandang nista

Aku ingin berkata namun mulai ragu melihat rautmu
Tentang berita negaramu yang lumayan sering kuikuti
Karena kau sahabatku dan aku ingin lebih mengenal negaramu
Yang katanya menghormati perbedaan jauh sampai ke relung hati

Tentang darah-darah yang tertumpah
Hanya karena model baju yang dikenakan kebetulan berbeda
Rumah-rumah yang dibakar
Untuk memusnahkan baju sesat yang cemar lagi bernoda

Tentang air mata pria tua
Yang dipaksa telanjang
Melepas baju yang dia cinta
Yang sudah seumur hidup melekat hingga usang

Tentang teriakan memohon
Orang-orang telanjang yang dipertontonkan
Yang bajunya dirobek tanpa ampun
Dicemooh, dinista, dengan alasan perbedaan

Aku sangat ingin mempertanyakan semua itu
Tapi apa daya lidahku langsung kelu
Tidak sanggup menerima jawabmu
yang nantinya hanya menyisakan sayatan sembilu
padahal setelah sekian lama baru sekarang kita bertemu

Negaraku tidak punya hal yang begitu mewah
Tidak ada yang mengurusi itu di sini
Semua bebas menentukan pilihan dengan merdeka
Karena ada urusan lain yang lebih mendesak ketimbang itu di sini

Setiap hari orang-orang berbalut baju beraneka warna dan model
Seperti pelangi memenuhi penjuru negaraku
Dan tidak ada baju yang kelihatan aneh di tubuh kami
Karena semua dibuat berdasarkan ukuran tubuh masing-masing

Rasa nyaman dengan baju yang pas
Membuat raut kami lebih berbinar
Bangga dan percaya diri dengan baju kami masing-masing
Tapi juga kagum pada baju lain yang pas di badan tetangga

Saling memuji
Saling mengerti
Saling mengagumi
Saling menghormati

Di negaraku tidak pernah ada airmata
atau darah yang tertumpah karena dinista
hanya karena baju yang berbeda
karena dimata kami berbeda itu indah

Dan semua itu berjalan tenang tanpa ada pengasuh
Yang cerewet mengurusi baju apa yang harus dipakai
Apalagi sampai membatasi hanya enam baju
Diiringi ancaman menurut atau mati

Negaraku tidak butuh kemewahan
Para pengasuh kejam tak berhati
Yang hanya menyeringai diam menyaksikan
Darah, air mata dan harga diri
yang tertumpah tanpa sanggup menjelaskan
acuh sembari duduk ongkang kaki
menyaksikan dagelan amis dan kecut di hadapan

Tidak ada yang jadi sesat
hanya karena bajunya berbeda dari yang lain
Tidak perlu menjadi bejat
hanya untuk membuktikan kita lebih benar dari yang lain

Baju yang paling banyak dipilih
Tidak berubah menjadi pongah
Tidak ada laskar-laskar terpilih
Hanya untuk menunjukkan mereka istimewa

Bukan untuk ditakuti melainkan disegani
Bukannya angkuh mereka tetap menjaga
melindungi ’adik-adik’ mereka
Agar bisa dengan damai memilih bajunya sendiri

Sahabatku
Betapa aku ingin mengundangmu
Ganti berkunjung ke negaraku
Supaya kau juga bisa lebih mengenalku

Tapi apa dayaku
Negaraku yang damai sejahtera itu
Tidak bisa dengan bebas dikunjungi
Karena dia hanya ada di alam mimpi

Mimpi terdalamku
yang tanpa daya sama sepertimu
masih mendiami negara beku
yang begitu mewah dengan pengasuh baju
amis berdebu
berjelaga dan lusuh
yang aku tak butuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar