Tubuhku lunglai bersimbah peluh
Tak lagi kuhitung sudah seberapa jauh
Sepasang kakiku
menyeret raga yang acuh
Pada mulut yang
sesekali mengaduh
Hanya untuk
bertemu
Dan mengadu
Apakah harus
sebegitu
Sulitnya serupa
berburu?
Apa agamamu?
Siapa nabimu?
Siapa Tuhanmu?
Dan jawabku
selalu tak tahu.
Dulu aku selalu
merasa tak perlu
mendalami hal-hal
yang diluar akalku
cukup dengan yang
di depan mataku
kujalani hidup kosong
semauku
Namun tak jarang
aku ingin mengadu
meski lidahku
terasa kelu
dan langsung
mendadak gagu
karena tersadar
tak mengenal bahasaMu
Sudah lama aku
berkelana jauh
mencari-cari
daras serupa bahasaMu
agar ketika saat
aku mengadu
kau memahami apa
yang kubutuh
Namun pertanyaan-pertanyaan
itu
semakin kerap
memburuku
Apa agamamu?
Siapa nabimu?
Siapa Tuhanmu?
Dan jawabku masih
tak tahu.
Padahal aku sudah
setengah tersedu
dirongrong rasa
ingin mengadu
karena sejujurnya
aku tak lagi kuat menandu
ingin segera
mencari tempat berlabuh
Aku yang tersesat
selama yang kutahu
dengan lantunan
nada dan kata-kata yang bagiku tabu
karena di
telingaku kata-kata itu teramat semu
tidak keburu
kupahami dengan terbatasnya waktu
Tubuhku semakin
renta tersaput debu
sudah terlalu
lama dan jauh
aku terombang-ambing
berkelana mencari-cariMu
yang tak kukenal tapi
sekarang ini sangat kubutuh
Aku butuh diriMu
Jerit hatiku yang
pilu
Mataku yang
tersedu
Namun lidahku
tetap kelu
Aku yang tak
mengenal satu pun bahasaMu
apakah masih
punya hak yang sama dengan kaumMu?
Tak seperti mereka
yang begitu fasih mendaras puja-puji untukMu
dengan tiket di
tangan untuk tempat di istanaMu
Tangisku sekarang
menderu
mengalahkan desau
angin menebarkan debu
ke sekujurku yang
diam tak lagi berpeluh
berwarna kelabu
Apa agamamu?
Siapa nabimu?
Siapa Tuhanmu?
Aku tak tahu namun
aku butuh
Aku tak tahu
apakah karena aku mencintaMu
atau hanya karena
sekedar butuh
karena tak ada
lagi tempatku mengadu
padahal aku tak
mengenalMu
Aku tak berharap
tempat istimewa di istanaMu
karena sudah
sejak lama aku sadar tak punya hak untuk itu
Aku yang tak lagi
berdaya untuk pergi lebih jauh
di sinilah mungkin
akhir perjalananku
napasku yang
tinggal satu-satu
lidahku yang
tetap kelu
Aku hanya ingin
mengadu
Harus dengan
bahasa apa aku tak tahu
pikiranku kosong
melompong tak dapat memikirkan satu
kata pun yang
betapa sangat aku perlu
yang tersisa
hanya gelora di hati dan sekujurku
Yang kembali
menghadirkan sedu
dengan
bulir-bulir air mata berisi egoku
yang luruh di
hadapanMu
menghisap habis
sisa-sisa tenagaku
Kuserahkan seluruh
milikMu
kembali padaMu
Bisik pasrah hatiku
kepadaMu
Hanya itu
dan aku kembali
penuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar