Selasa, 31 Juli 2012

Puisi : Sumur di belakang rumah


Di belakang rumahku ada sumur
yang tua namun airnya selalu penuh
meski musim hujan masih jauh diundur
airnya tetap melimpah bening tak keruh

Tapi sumur itu bukan sumur kami
sudah ada sejak dulu bahkan sebelum keluarga
kami pindah menempati rumah ini
ketika saat itu ayah dan ibu masih berdua

Semua orang bebas menimba air dari sumur
yang terhubung dengan mata air abadi
yang murni serupa zam-zam yang telah uzur
yang dalam keabadian tetap ada untuk memberi

Aku dan adik-adik sangat suka ke sana
di tepiannya mengamati pantulan awan nan indah
yang tampak semakin elok mempesona
memandang balik ke arah kami dalam keheningan telaga

Namun ada satu hal yang orang-orang tidak tahu
sumur tua itu bukanlah benda mati yang diam
seringkali aku berdiam di sana seolah lupa waktu
dalam takjub mendengarkan kisah yang begitu apik disulam

Suaranya lembut dan lirih setengah mendecak
namun tak sedikitpun itu menganggu
sesekali diselingi desau angin dan kecipak
dan desiran riuh rumpun bambu

Katanya baru aku yang mau mendengarnya bercerita
kebanyakan orang pasti merasa itu hal sia-sia
sebanyak apa pun air yang sudah ditimbanya
mereka akan langsung bergegas pergi meninggalkannya

Seperti kekasihnya
yang berjanji akan kembali untuknya
namun pada akhirnya yang tertinggal harapan kelabu
namun meski begitu tanpa putus asa dia tetap menunggu

Meski air matanya
terus berderai-derai
mengosongkan relungnya
tanpa ampun terus mengalirkan rinai

Tangis yang begitu menyayat hati
namun tak satupun orang merelakan hati
untuk sekedar menghibur yang tersakiti
hanya menatap acuh dari kejauhan seolah tak lagi berhati

Hingga air matanya berubah menjadi darah
dan tubuhnya pasrah kering kerontang
hingga cinta berubah bentuk menjadi amarah
menanti kekasih yang tak kunjung datang

Tangis akhirnya terhenti
terbawa oleh desauan angin yang syahdu
di dasar lembah yang mati
dengan sabar dalam diam dia menunggu

Meski tak ada yang tahu
atau peduli dengannya
sejak lembah tempatnya berdiam itu penuh
oleh air yang tak ada habis-habisnya

Air yang tanpa dia beritahu pun aku sudah tahu
karena seiring kisahnya segenap relungku
seolah bisa melihat kenangan yang semula membisu
kini terbangun bak genderang bertalu

Air yang berasal dari matanya
yang rupanya tak berhenti mengeluarkannya
meski nafas sudah menjauh ke nirwana
berisi harapan suatu ketika akan bertemu dengannya

Dan dalam desau lirih
aku bisa mendengar dengan jelas suaranya
yang tidak lagi diiringi decak fasih
mengalir di seluruh pembuluh raga

Perasaan asing sekaligus akrab
diikuti degub jantung yang serupa kirab
dalam pandanganku yang samar
darah di sekujurku bergetar

seirama dengan gelombang lembut di permukaan
sumur yang dalam bisunya menyuarakan
kebahagiaan yang begitu lama diiidam-idamkan
dan sekarangg tiba waktu untuk terlampiaskan

Malam itu bulan purnama
dikawal gemintang dan awan bergelayut
yang berarak perlahan sesekali menutup rona
menyisakan kegelapan yang membuat nyaliku sesekali menciut

Di sana dia sudah menungguku
dalam balutan beludru
meski bahagia dia hanya tersenyum malu
terlebih ketika tangannya berada di genggamanku

Matanya yang polos gemerlapan
penuh dengan cinta yang kian berloncatan
karena setelah begitu lama dalam penantian
akhirnya segala nyeri akan berkesudahan

Berdua kami duduk memandang langit
tanpa kata-kata menikmati rembulan
yang terlihat ikut bahagia meski dengan alis berjengit
bukan karena iri melainkan heran

Kami yang sudah terpisah
ribuan tahun akhirnya bisa kembali bersama
kenyataan yang bahkan lebih indah daripada kisah
yang dikisahkan dengan manis di antara sesama

Purnama sudah lelah, maklumlah dia sudah tua
aku menatap matanya, sekaranglah waktunya

Kami harus kembali
ke dunia abadi milik kami sendiri
kali ini sama-sama berjanji tidak akan terpisahkan lagi
tiada lagi rasa perih yang mengisi relung-relung kami

”Kok sumurnya mendadak kering?”
beberapa orang saling bertatapan heran
namun semua hanya bergeming
dalam horor mengamati sosok anak pemilih rumah yang rebah diam di tepian

Sumur di belakang rumah
ternyata dulunya ceruk serupa lembah
yang di dasarnya tergolek sosok lemah
berupa belulang meringkuk dalam diam dan pasrah

Sumur di belakang rumah
sekarang sudah penuh terisi tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar