Sabtu, 21 Juli 2012

Flash : Ancaman


Aku mengamati sekelilingku. Stasiun sudah ramai pagi ini. Aku memanggul ransel bututku lalu bergegas menghampiri sebuah telepon umum berwarna biru yang kebetulan sedang tidak digunakan.

Aku meletakkan ranselku yang cukup berat dengan hati-hati di lantai lalu merogoh saku celanaku meraih tiga keping receh yang sudah kusiapkan. Memasukkan satu ke dalam mulut mesin yang menganga lalu mulai menekan deretan nomor yang sudah sangat kuhapal. Menunggu ketika panggilanku tersambung.

”Operator...” Suara bariton menyahut.
”Segera hubungi tim GEGANA. Ada bom di stasiun ini.” ujarku.
”Tolong jangan main-main. Ini adalah telepon ancaman yang ke tiga minggu ini. Jika anda terlalu santai silakan cari kesibukan daripada berbuat iseng!” Lalu telepon terputus. Reaksi yang memang sudah kuperkirakan.

Aku menggantungkan gagang telepon ke tempatnya semula. Mengamati sisa dua keping receh di atas pesawat lalu ke tasku yang masih tergolek sabar di lantai. Aku mengamati sekelilingku. Kesibukan yang memenuhi pandanganku. Menghela napas lalu berjalan meninggalkan telepon umum itu. Meninggalkan ransel bututku di sana.

Aku tidak membutuhkannya lagi.

Keluar dari stasiun, tanganku langsung merogoh ke dalam saku jaketku, menemukan benda mungil yang sudah seminggu belakangan ini kubawa-bawa. Menekan satu-satunya tombol yang ada di sana.

Masih jelas di mataku pemandangan yang barusan terekam di sana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar