Aku melipat koran lalu meletaknya sembarangan di atas meja sementara tidak jauh dariku Della sedang asik bersamanya. Aku menatap tajam ke punggungnya, tapi akhirnya menyerah lalu bangkit dan bergegas melewatinya.
”Mau kemana?” tegurnya.
Oh, jadi dia masih bisa melihat sosokku?
”Taman.” sahutku
tanpa menoleh lalu membuka pintu langsung ke taman. Semilir angin menyambutku,
namun gagal meredakan panas yang semakin menggelora di dadaku. Dari pintu
transparan itu aku melirik ke dalam. Mereka berdua masih di posisi yang sama,
begitu asik menikmati waktu menyenangkan minus aku. Aku menghela napas lagi
lalu duduk di bangku sendirian sembari merutuk dalam hati.
Salahku sendiri
membiarkannya muncul di antara kami. Menjadi duri di antara kami. Duri yang
menyakitiku. Aku hanya ingin Della bahagia dan waktuku yang semakin tersita
dengan kesibukan di kantor belakangan ini membuatku bersedia melakukan apa pun
untuk itu, tapi kenapa sekarang kebahagiaanku juga harus terenggut? Semua yang
kumaksudkan untuk kebahagiaannya hanya menyisakan sesal.
”Apa salahnya
kamu juga berusaha mendekatkan diri? Bukannya menjauh begitu.” cetus Trish
waktu itu.
”Entahlah. Della
seperti orang lain sejak kehadirannya. Di matanya yang ada hanya dia. Padahal
aku juga sudah berusaha meluangkan lebih banyak waktu untuknya.” sahutku yang
langsung disambut gelengan tidak setuju.
”Della sudah lama
kesepian jadi wajar kalau dia senang sekali dengan kehadiran Brandon.” Trish
menyentuh tanganku lalu melanjutkan, ”Jangan biarkan ego kamu merusak segalanya.”
Aku menghela
napas lagi. Apakah salah jika menginginkan orang yang kucintai tetap memiliki
cinta yang sama seperti yang sudah-sudah buatku? Apakah salah jika aku
mengharapkan perhatian penuh darinya seperti dulu? Apakah salah jika aku
cemburu melihat kedekatan mereka?
Sudah cukup
semuanya. Aku tidak ingin meneruskan siksaan ini lagi. Aku harus mencabut duri
yang tertanam di antara kami. Melenyapkannya. Selamanya.
Della milikku.
Hanya aku.
Aku bangkit lalu
melangkah menghampiri kandang mungil tidak jauh dari bangku taman. Kandang itu
kosong melompong. Tempat makannya juga sudah kosong. Kedua sudut bibirku
tertarik. Aku tersenyum puas setengah menyeringai.
”Kris!
Kriiisss!!” Aku mendengar teriakan panik Della di ambang pintu. Wajahnya
terlihat pucat pasi. Brandon tidak bergerak di gendongannya. Aku segera
menghampirinya. ”Brandon! Dia tiba-tiba...” Kalimatnya terpotong tangis. Aku
menyentuh sosok di gendongan itu. Meraihnya. Membaringkannya di tanah lalu
merengkuh Della yang terisak. Mengusap-usap punggungnya.
”Sshhh... Nggak
apa-apa. Ada aku... Ssshhh....” ujarku menenangkannya.
Ahhh... Akhirnya
aku bisa bernapas lega. Duri itu akhirnya tercabut. Della kembali ke pelukanku.
Milikku. Hanya aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar