Rabu, 27 Juni 2012

Flash : Duri


Aku melipat koran lalu meletaknya sembarangan di atas meja sementara tidak jauh dariku Della sedang asik bersamanya. Aku menatap tajam ke punggungnya, tapi akhirnya menyerah lalu bangkit dan bergegas melewatinya.

”Mau kemana?” tegurnya. Oh, jadi dia masih bisa melihat sosokku?
”Taman.” sahutku tanpa menoleh lalu membuka pintu langsung ke taman. Semilir angin menyambutku, namun gagal meredakan panas yang semakin menggelora di dadaku. Dari pintu transparan itu aku melirik ke dalam. Mereka berdua masih di posisi yang sama, begitu asik menikmati waktu menyenangkan minus aku. Aku menghela napas lagi lalu duduk di bangku sendirian sembari merutuk dalam hati.

Salahku sendiri membiarkannya muncul di antara kami. Menjadi duri di antara kami. Duri yang menyakitiku. Aku hanya ingin Della bahagia dan waktuku yang semakin tersita dengan kesibukan di kantor belakangan ini membuatku bersedia melakukan apa pun untuk itu, tapi kenapa sekarang kebahagiaanku juga harus terenggut? Semua yang kumaksudkan untuk kebahagiaannya hanya menyisakan sesal.

”Apa salahnya kamu juga berusaha mendekatkan diri? Bukannya menjauh begitu.” cetus Trish waktu itu.
”Entahlah. Della seperti orang lain sejak kehadirannya. Di matanya yang ada hanya dia. Padahal aku juga sudah berusaha meluangkan lebih banyak waktu untuknya.” sahutku yang langsung disambut gelengan tidak setuju.
”Della sudah lama kesepian jadi wajar kalau dia senang sekali dengan kehadiran Brandon.” Trish menyentuh tanganku lalu melanjutkan, ”Jangan biarkan ego kamu merusak segalanya.”

Aku menghela napas lagi. Apakah salah jika menginginkan orang yang kucintai tetap memiliki cinta yang sama seperti yang sudah-sudah buatku? Apakah salah jika aku mengharapkan perhatian penuh darinya seperti dulu? Apakah salah jika aku cemburu melihat kedekatan mereka?

Sudah cukup semuanya. Aku tidak ingin meneruskan siksaan ini lagi. Aku harus mencabut duri yang tertanam di antara kami. Melenyapkannya. Selamanya.

Della milikku. Hanya aku.

Aku bangkit lalu melangkah menghampiri kandang mungil tidak jauh dari bangku taman. Kandang itu kosong melompong. Tempat makannya juga sudah kosong. Kedua sudut bibirku tertarik. Aku tersenyum puas setengah menyeringai.

”Kris! Kriiisss!!” Aku mendengar teriakan panik Della di ambang pintu. Wajahnya terlihat pucat pasi. Brandon tidak bergerak di gendongannya. Aku segera menghampirinya. ”Brandon! Dia tiba-tiba...” Kalimatnya terpotong tangis. Aku menyentuh sosok di gendongan itu. Meraihnya. Membaringkannya di tanah lalu merengkuh Della yang terisak. Mengusap-usap punggungnya.
”Sshhh... Nggak apa-apa. Ada aku... Ssshhh....” ujarku menenangkannya.

Ahhh... Akhirnya aku bisa bernapas lega. Duri itu akhirnya tercabut. Della kembali ke pelukanku. Milikku. Hanya aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar