“Trus maunya kamu yang gimana kriterianya?” Bella bertanya penasaran
setengah menggoda setelah menyeruput jus jeruknya dengan cepat untuk
menghilangkan rasa pedas yang membuatnya mendesis.
Warung bakso ini tidak terlalu ramai sehingga kami pun tidak segan
untuk berlama-lama, meskipun sebelumnya dia berpesan agar tidak terlalu
lama nongkrong karena harus segera pulang menggantikan ibunya menjaga
putri semata wayangnya di rumah. Peninggalan dari mantan suaminya.
”Yah aku pengennya yang pinter masak, telaten ngurus rumah, humoris, dan smart. Soal fisik kan relatif yang penting nyaman ajah.” sahutku sembari menatap mangkuk kosong di hadapanku.
”Pinter masak? Telaten ngurus rumah? Ya ampun, Dilla... Kamu kayak
lagi nyari istri deh...” Dia menanggapi disusul tawa cerianya. Aku juga
ikut-ikutan tertawa. Garing. Mataku sekarang lekat di bibirnya yang
masih tersungging. Menggoyang ranting di relungku, membuat ratusan
kupu-kupu di sana beterbangan ke segala penjuru.
”Satu lagi yang penting. Dia tidak harus lajang. Aku bersedia kok
meskipun dia itu berstatus janda.. eh duda...” tambahku yang langsung
disambut tawanya lagi. Ya, malah aku akan sangat bersedia mendampingi
janda yang sekarang sedang tertawa kenes di hadapanku ini. Biarlah...
Aku akan sabar menunggunya menjadi istriku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar