Jumat, 22 Juni 2012

Flash : Pembebasan

Aku berdiri di pojok kamar. Mataku tidak lepas dari ranjangmu, mengawasi mereka yang sibuk menyentuh sekujur tubuhmu. Aku tidak ingin pergi. Aku harus tetap berada di sini. Aku harus yakin mereka tidak akan menyakitimu dengan tangan-tangan mereka yang bergerak cepat dan kasar.

Aku selalu menepati janji untuk terus mendampingimu. Tak peduli apakah kau sedang gembira, sedih, sakit atau sehat. Aku akan terus berada di sisimu. Aku selalu sigap kapanpun kau butuhkan. Menghapus air mata di pipimu saat semua beban itu semakin terasa menghimpitmu. Menghibur di saat kau putus asa. Aku akan terus mendampingimu seperti yang sudah-sudah. Seperti yang selalu kau ingin kulakukan untukmu. Aku tetap memegang teguh janji itu dengan setia. Untukmu.

”Aku tidak kuat lagi. Aku ingin mengakhiri semua ini.” ujarmu dengan air mata bercucuran. Suaramu tercekat di tenggorokan menahan sakit yang bisa kurasakan juga di sekujurku. Bukan sekali ini saja kau berkata demikian dan sebanyak itu pula aku berusaha menguatkanmu. Meyakinkanmu bahwa semua akan baik-baik saja.

”Aku nggak bisa lagi. Aku mohon... Jangan biarkan aku tersiksa lebih lama lagi...” Kau ngotot. Ingusmu berleleran bercampur dengan air mata yang semakin membanjir di pipimu. Tanganmu yang pucat mencengkeram lenganku. Begitu kuat namun aku tidak bisa merasakannya.

”Aku mohon... Tolong aku mengakhiri semuanya... Bebaskan aku!” ratapmu semakin pilu. Aku menatapmu. Punggungku meremang.

Klik!

Aku bisa merasakan rasa dingin logam yang melingkari kedua pergelangan tanganku. Tidak juga menolak ketika dua laki-laki menggamitku di kiri dan kananku. Sebelum pintu kamarmu tertutup aku masih sempat melihat mereka menarik kain putih menutupi sekujur tubuhmu yang diam di sana hingga ke atas kepala. Seulas senyum tersungging di bibirku. Kau akhirnya bebas sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar