Langit sore dihiasi awan hitam yang bergulung-gulung. Sebuah metromini yang setengah penuh melaju ugal-ugalan menembus jalan yang macet dengan kesibukan jam bubar kantor. Di persimpangan seorang pelajar SMP menjulurkan tangan menyetopnya, namun sopir mengacuhkannya dan metromini pun terus melaju menjauh.
“Bang, yang tadi
itu…” tegur penumpang yang duduk tepat di belakangnya.
“Halah, jam
segini rugi ngangkut anak sekolah. Ongkos tak seberapa. Setoranku hari ini
masih belum dapat. Nanti di simpang depan bakal banyak sewa karyawan yang baru
pulang.” sahut sopir.
”Tapi kasian dia.
Udah mau hujan...” timpal penumpang lainnya yang tak digubris sopir.
Namun ketika tiba
di persimpangan yang dimaksud, ternyata suasana lengang. Maka metromini pun
meneruskan perjalanannya menyusuri rute
dengan penumpang yang semakin berkurang. Langit mulai mencurahkan tangisnya.
Jalan yang dilalui pun banjir dan mesin kendaraan itu mendadak mati tepat di
depan halte.
Sopir berusaha
menyalakan mesin yang hanya berakhir sia-sia. Tidak juga kuasa mencegah ketika
para penumpang memutuskan keluar dan hanya membayar ongkos setengah perjalanan
lalu menyetop metromini dengan rute serupa yang lewat tidak lama setelahnya.
Meninggalkan sopir yang putus asa di dalam metromininya yang mogok. Memikirkan
setorannya hari itu. Dan saat itu tatapannya bertemu dengan pelajar SMP di
metromini yang menjauh.
”Ah, andai
saja...” keluhnya penuh sesal teringat pada pelajar SMP yang dia acuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar