Udara terik membakar sekujurku yang sudah sedari tadi tergantung di tengah keriuhan. Dengan mata lelah kupandangi mereka yang asik mengobrol sembari meminum isi gelas mereka yang warna warni. Anak-anak berlarian hilir mudik. Suasana sedikit hening ketika seorang perempuan tambun dengan baju menyala naik ke pentas mungil sembari menggandeng putranya. Dia menyampaikan pidato singkat yang ditutup dengan tepuk tangan riuh para tamunya.
Sekarang sekujur
tubuhku sudah sangat nyeri dan aku bahkan sudah tidak bisa merasakan beberapa
bagiannya. Dan dengan mata nanar aku melihat putranya turun dengan sebilah
tongkat, menghampiriku. Aku diserang panik. Apa yang akan dia lakukan
terhadapku dengan tongkat itu?
Aku hanya bisa
berteriak dan meringis ketika tongkat itu dengan keras dipukul-pukulkan ke
sekujurku. Tidak ada belas kasihan di wajah mereka. Yang ada malah rasa puas
diiringi tepuk tangan dan teriakan untuk menyemangatinya. Pukulan demi pukulan
mendarat di sekujurku, tanpa dayaku menghentikan mereka.
Aku semakin lemah
dan ketika akhirnya tubuhku terbelah, mereka semakin bernafsu. Anak-anak itu berjongkok
di bawahku, berebutan. Ada yang mengambil jantung, hati, lambung, dan segala
isi tubuhku yang terburai. Hingga ketika akhirnya tak ada lagi yang tersisa,
mereka tetap membiarkanku tergantung. Seperti monumen. Untuk pesta putra mereka
tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar