Aku memandang pantulan di cermin lalu menghela napas. Aku melirik arloji. Seharusnya sekarang dia sudah tiba di tempat yang kami sepakati untuk bertemu. Tapi aku malah di sini, memandangi diriku sendiri dan kepercayaan diriku langsung menguap tak bersisa. Keyakinanku lenyap.
Ponselku
bergetar. Sebuah pesan singkat darinya.
’Aku sudah tiba.
Aku pakai baju biru, ya. Kutunggu lho.’
Aku keluar dari
toilet lalu berjalan. Mataku menatap kafe yang sudah tidak jauh dari tempatku
berdiri. Dia memang ada di sana, dengan kemeja biru seperti janjinya. Begitu
tampan, sedangkan aku? Aku sadar, yang kulakukan ini curang namanya. Padahal setelah sekian
lama kami berjanji akan bertemu dan sekarang aku malah memilih menjadi pengecut.
Aku mengeluarkan
ponselku. Setelah menimbang-nimbang akhirnya aku mulai mengetik pesan singkat
membalas pesannya yang tadi, ’Maaf, baru bisa mengabari. Ibuku mendadak sakit
keras tadi malam. Aku masih di rumah sakit menemaninya. Maaf, aku tidak bisa
memenuhi janji.’ Lalu mengirimkannya.
Aku mengamatinya,
tapi dia tidak bereaksi. Tidak juga menyentuh ponselnya. Mungkin pesanku tidak
terkirim? Dan saat itu, seorang pria separuh baya tidak jauh dariku meraih
ponselnya. Mungkin mengecek pesan singkat yang baru masuk.
Pandangan kami
bertemu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar