Kamis, 02 Agustus 2012

Flash : Si Manis


Aku tidak terlalu ingat awal perjumpaanku dengan si Manis yang sudah hampir tiga tahun menemaniku. Yang kuingat hanya sorot matanya yang memohon itu.

Saat itu hujan lumayan lebat dan aku sedang berjalan tergesa setengah berlari di antara siramannya. Di pojokan jalan aku melihatnya meringkuk sendirian. Tubuhnya yang sangat kurus basah kuyup menggigil. Dan saat itu entah bagaimana tatapan mata kami bertemu dan tanpa pertimbangan panjang aku pun meraih lalu membawanya pulang.

Pulang ke rumahku yang hanya kutempati sendiri. Memandikannya hingga bersih lalu memberinya makan. Dia melahap makanan itu dengan lahap dan aku hanya manatapnya takjub. Bahkan hingga sekarang aku tetap takjub dengan pemandangan saat dia makan. Terlebih lagi kebiasaannya menciumi dan menjilatiku setelah kenyang, sebelum akhirnya mendengkur lembut di pangkuan.

Si Manis selalu setia mendengar keluh kesahku tentang orang-orang yang rasanya selalu menyempatkan diri untuk membuatku kesal. Meski tidak bisa memberi pendapat yang menenangkan, toh setelahnya aku pasti merasa jauh lebih lega. Jika sudah demikian dia akan dengan penuh semangat menciumiku lagi hingga akhirnya kami sama-sama jatuh tertidur. Dia selalu senang bergelung bersamaku di balik selimut yang hangat. Dia pasti langsung pulas begitu kubelai dan usap sekujurnya.

Sekarang si Manis tidak lagi kurus bulukan. Dia sudah menjadi sosok yang sangat menawan. Membuatku tidak menyesal waktu itu langsung memanggilnya si Manis karena nama itu sekarang sangat sesuai buatnya. Matanya yang bulat seperti telaga yang memancarkan cintanya dengan lembut. Setiap ciumannya seolah berisi ucapan terima kasih dan cinta yang tak habis-habisnya. Ucapan terima kasih yang harusnya juga kuucapkan buatnya yang tidak pernah sekali pun meninggalkanku.

Bulan sudah tinggi. Di keremangan aku menatap sosoknya yang masih asik meringkuk terlelap. Aku membelainya lalu mengecup dahinya lembut. Tubuhnya bergetar pelan oleh sentuhanku lalu matanya terbuka, menatapku sayu. Aku tersenyum. Dia sangat menggemaskan jika seperti itu. Aku menciumnya lembut lalu menariknya lebih dalam ke pelukanku. Merasakan kehangatan ketika kulit-kulit kami bersentuhan. Membisikkan kata-kata cinta ke telinganya. Berkali-kali.

Ya. Kepadanya. Si Manis.

Perempuan tuna rungu yang mungkin sudah membuatku jatuh cinta sejak pandangan pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar