Selasa, 07 Agustus 2012

Flash : Dorongan


”Yang kubutuh hanya sebuah dorongan.” Aku menatapnya.
”Hanya itu?” tanyaku.

Dia mengangguk tapi tidak menoleh. Rambutnya yang ikal bergerak liar dipermainkan angin. Rambutnya sudah mulai panjang diikuti jambang, kumis dan janggutnya yang bukan lagi berupa samar, memenuhi garis wajahnya. Wajah yang selama ini selalu klimis dan apik.

Aku menatap ke depan. Menikmati hembusan angin yang cukup kencang di wajahku, menyisakan desau di kedua telingaku. Desau yang kuharap bisa menghilangkan kekalutan yang memenuhi kepalaku dan kepalanya.

Sudah hampir dua bulan belakangan kami akan menghabiskan waktu di tempat ini. Di bibir jurang. Sejak usaha yang kami rintis gagal total menyisakan hutang yang mungkin tidak akan lunas terbayar hingga tujuh turunan kami. Usaha yang tidak lagi menyisakan teman selain para penagih hutang.

Aku menatap cakrawala yang sekarang rasanya begitu dekat. Entah kenapa hari ini dia seolah tersenyum ke arahku. Begitu ramah. Mengalirkan keyakinan yang kuat di dalam diriku. Mendorongku.

”Jika kau butuh sebuah dorongan...” Bersamaan dengan itu sebelah tanganku meraih tangannya sementara yang lain mendorong tubuhnya. Matanya yang semula penuh dengan keterkejutan sekarang berganti kelegaan bersamaan dengan kata terakhir yang meluncur dari bibirku, ”Tariklah aku.”

Tangan kami tidak terlepas meski angin yang mendampingi perjalanan kami begitu kuat ingin memisahkan. Aku menatapnya. Dia menatapku. Setelahnya kami sama-sama tersenyum. Bersama-sama cakrawala yang tersenyum tabah menerima kami kembali di pangkuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar