Kau masih mencintaiku?
Kau bergeming,
seolah pertanyaan itu bukan ditujukan buatmu
atau malah sama
sekali tak tertangkap telingamu.
Aku tak bisa
menyalahkanmu.
Mungkin kau sudah
muak dengan pertanyaan yang itu-itu saja.
Pertanyaan yang
begitu sering kuulang,
kutanyakan
kepadamu
seperti kaset
rusak
yang akan memutar
bagian yang itu-itu saja.
Pertanyaan yang
seringkali disusul
oleh kalimat dan
kata-kata yang pecah seperti beling
menggelinding ke
sekeliling.
Beling tajam yang
dengan mudahnya
menyayat perasaan
kita yang setipis kulit ari.
Mengucurkan luka,
menguarkan anyir
darah
yang bebas
mengudara
menyesakkan
paru-paru kita.
Begitu seringnya
adegan itu terekam di otakku
seperti kaset
rusak,
mengulang adegan
yang itu-itu saja.
Tapi aku merasa selalu butuh.
Kau tidak bisa menyalahkanku.
Meskipun memang sudah tidak terhitung berapa kali
kau mengulang-ulang jawaban yang sama,
dan aku akan acuh seolah deretan kata-kata itu
hanyalah bagian kaset rusak yang macet
sehingga mengulang yang itu-itu saja.
Padahal aku hanya sedang menanti saat itu
seperti pelangi yang muncul dengan anggun
setelah langit puas meraung.
Seperti kupu-kupu yang dengan hati-hati
menjejakkan kaki di bunga pertamanya,
menyesapi madu pertamanya dan terlena.
Seperti kecupan pertama kita
yang malu-malu layaknya perawan yang baru mengenal
cinta.
Betapa ingin aku merekam adegan itu,
berharap kasetnya segera rusak dan macet
sehingga akan terus mengulang adegan yang itu-itu
saja.
Kau masih mencintaiku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar