Malam. Kelam. Tenggelam. Padam
Bibirku sudah mati rasa. Lidahku kelu dan pegal luar biasa. Setelah pergumulan yang harusnya
menghadirkan jutaan rasa. Yang selama ini selalu kita cecap tanpa setitik pun
merasa dipaksa. Seperti yang sekarang kurasa.
Aku seolah
terseret ke dalam pusaran. Megap-megap berusaha keluar dengan segala daya yang
tersisa. Seperti ikan-ikan Salmon yang berenang menantang arus, begitulah aku.
Begitu keras berusaha melawan arus yang menyeretku menjauh. Darimu. Dari manis
madu gairah.
Aku tak rela
melepas lalu pasrah membiarkan diriku terhisap habis. Aku yakin masih ada yang
tersisa jauh di sana, di relungku. Seperti nyala lilin mungil yang bertahan
sendiri di tengah hembusan angin kencang di sekeliling, berusaha memadamkan
nyalanya.
Kau menatapku.
Tak perlu kau katakan pun aku sudah tahu. Semua putus asa yang terpancar jelas di rautmu. Karena setelah semua yang kau lakukan. Aku
tetap layu. Mengkerut kuyu. Serupa lintah yang berpuasa berwindu-windu.
”Padahal katanya
itu Viagra yang asli.” keluhku. Hanya asap samar tersisa di atas lilin mungil. Nyalanya sudah padam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar