Rabu, 01 Agustus 2012

Puisi : Kuncup


Dia di sana sendiri terbaring di hamparan luas
dengan mata terpejam namun penuh was-was
bergetar halus seiring jilatan mataku yang buas
dengan seringai puas

Dia masih sangat muda
kulitnya begitu halus tak beda
dengan saat ketika dia baru menyeruak
keluar dari pintu surgawi seraya membiak-biak

Kulitnya yang masih berwarna merah muda
tersaput gurat malu di setiap sentuhan menggoda
yang terasa begitu asing sekaligus dirindu
seperti lebah yang baru pertama kali mencicip madu

Madu yang langsung membuatnya mabuk
tergila-gila, meradang merindukan peluk
tak peduli matanya yang masih buta
tak tentu arah meraba-raba berharap bertemu cinta

Cinta pertama yang katanya pasti selalu indah
menghadirkan getar yang membuat sekujur berdenyar
dengan sejuta rasa tak terkata yang serempak membuncah
menyengat tajam menyisakan debar

Debar yang membuat paru-parunya kembang-kempis
seolah kehabisan udara yang mendadak menipis
serempak dengan perutnya yang masih tipis
berisi jutaan kupu-kupu yang langsung membuatnya ingin pipis

Pipis yang bukan pipis
karena yang berdenyut bukan liang pipis
namun yang terselubung masuk berselaput tipis
yang meski malu-malu terlihat kembang kempis

Di antara tungkainya yang kurus tersemat mawar
yang begitu mungil dengan aroma madu manis menguar
tapi mawar itu masih kuncup
yang sudah ranum memancing untuk kukecup

Kukecup sepuasnya
Mencecap samar madunya yang muda
Berharap agar dia segera merekah
Dengan madu kaya rasa nan melimpah

Aku akan dengan sangat sabar menunggu
hingga tiba waktunya kuncup nan elok merekah
dan saat itu aku tidak akan ragu
untuk berdiam di dalam kehangatannya yang indah

Oh, kuncup mawar lekaslah merekah
kuingin memetik dikau...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar