Sabtu, 25 Agustus 2012

Puisi : Biru


Biru.
Matamu. Serupa warna langit di suatu hari yang cerah. Saat awan-awan yang genit hanya bisa berdiri di sudut menahan keras jemari mereka yang genit ingin menyentuh permukaannya yang bening. Bahkan di keremangan, aku bisa melihat warnanya yang tetap cemerlang.

Biru.
Gaun mini yang melekat indah di tubuh mungilmu. Berayun-ayun gemulai dipermainkan angin yang berhembus pelan, tidak ingin buru-buru berlalu meninggalkan kulitmu yang serupa pualam. Yang tak kaupedulikan bahkan ketika bibir-bibirnya berlabuh mendarat, dengan rakus menyelusup ke dalam.

Biru.
Kau hanya tersenyum malu-malu ketika gaunmu tersingkap memperlihatkan mangkuk dan segitiga berwarna senada. Renda-renda saling bertaut rumit, yang begitu tipis dan terlihat kewalahan menahan gumpalan dan gairah yang terpancar dari sekujurmu. Menanti dengan tak sabar. Menggeliat kepanasan hanya dengan belaian lembut dan samar di kulitmu.

Biru.
Warna seprei satin yang melapisi ranjang, membuatmu terlihat seperti lukisan. Lukisan patah-patah yang samar bercerita tentang haru biru perasaan yang mungkin sedang menggeliat di seluruh relungmu sekarang. Begitu liar karena terusik di dalam tidur panjangnya.

Biru.
Karet tipis yang kaupilih buatku malam ini. Tak perlu kutanya kenapa. Aku tak berminat. Tapi dengan duri-duri mungil di sekujurnya membuat penampilanku sangat gahar malam ini. Tapi tak mengapa, kau yang mengingininya. Kau yang bergairah dengan segala bayangan liar di kepalamu.

Biru
Sebutir benda mungil memisahkan bibir-bibir kita dengan manis. Sebelum akhirnya lenyap ke dalam mulut kita masing-masing setengah. Katamu benda mungil itu akan memastikan perjalanan kita ke surga malam ini. Lebih dahsyat dari yang sudah-sudah. Dan apa perkataanmu yang tidak kupercaya?

Biru.

Peluhmu.
Desahmu.
Gairahmu.
Surgamu.

Tanpaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar