Kamis, 30 Agustus 2012

Flash : Cintaku Hening


“Kayaknya cintamu tidak sebesar cintaku padamu,” rajukmu. Sore itu kita duduk berdua di beranda belakang rumah, mengawasi jarum-jarum terjun bebas dari langit membasahi rerumputan. Aku hanya tersenyum. Kau langsung membuang muka.

“Kau hampir tidak pernah lagi bilang cinta ke aku. Kamu gak kayak pacar Irene yang rajin menghujaninya dengan ucapan dan rayuan cinta.” keluhmu lagi malam ini saat kita duduk berhadapan di meja makan. Sup buatanmu masih mengepul di antara kita. Malam ini kita merayakan satu dasawarsa kebersamaan kita.

Apakah kau lupa? Aku selalu suka dengan parasmu yang sedang merajuk. Bibir ranum yang sedikit mengerucut saat menyendokkan sup ke dalam mangkuk-mangkuk kita. Kerling kesal yang menurutku semakin menambah kilau mata indahmu.

Dalam hening kita menyendok sup lalu menyuapkannya ke dalam mulut. Rasa asin yang teramat sangat menyapa kuncup perasa di lidahku. Membuat mereka seketika blingsatan.
”Supnya keasinan banget, yah? Pasti tadi aku kelupaan jadi masukin garam lagi.” Rasa bersalah meredupkan matamu. Kau buru-buru bangkit untuk menyingkirkan sup itu, tapi aku menahanmu.
The soup is fine... I like it.” kataku lalu menambahkan, “Aku ingin meminum sup yang sama satu dasawarsa lagi. Seperti sekarang. Bersamamu.”

Apakah kau lupa? Titik-titik air mata yang menggenangi pelupuk matamu jauh lebih indah daripada kilau berlian yang melingkari jemari kita. Dan keheningan saat kau terbenam di dalam pelukku bernilai jutaan kali kata dan rayuan cinta.

Cintaku hening.
Tanpa gemerlap apalagi hingar bingar.
Dan kau tahu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar